Kamis, 13 Maret 2014

Kursi Lontar pada Helikopter


Berikut ini kita akan membahas Kursi Lontar pada Helikopter dan cerita Nyata yaitu Kecelakaan pesawat terjadi lagi 16 Oktober lalu. Pesawat tempur Hawk 200 milik TNI Angkatan Udara jatuh di Riau. Berdasarkan keterangan pilot Letnan Dua Reza Yori Prasetyo, pesawat jatuh karena kerusakan mesin. Pilot selamat, karena dapat keluar dari pesawat melalui kursi pelontar.
Pada umumnya, pesawat tempur didesain memiliki kursi pelontar (ejection seat) yang berfungsi untuk menyelamatkan pilot saat terjadi kecelakaan atau juga dalam situasi sulit yang terjadi di pesawat.
Sampai saat ini, penggunaan kursi lontar masih didominasi pesawat tempur. Sementara untuk pesawat helikopter, penggunaan masih terbatas pada helikopter Kamov Ka-50 Hokum dengan kursi lontar Zvesda-K-37-800.
Keterbatasan penggunaan kursi lontar pada helikopter dikarenakan bobot kursi lontar yang umumnya pada kisaran 90 kilogram. Selain itu, baling-baling rotor helikopter juga menyulitkan proses pelepasan kursi lontar. Di samping itu, otorotasi tidak bisa dilaksanakan jika terbang berada pada ketinggian di bawah 300 meter, sedangkan helikopter umumnya terbang sangat rendah.

Untuk pesawat sipil, kursi lontar belum dapat diterapkan. Selain karena teknologinya, juga mempertimbangkan faktor keselamatan, mengingat penggunaan kursi lontar dapat membahayakan penggunanya bila dilakukan tidak tepat.

Kursi Lontar Pertama
Penemuan kursi lontar berawal dari upaya penyelamatan penerbang, baik pada masa damai maupun pada masa perang. Hal ini disebabkan karena penerbang, khususnya yang sudah cukup andal, adalah aset dalam sebuah angkatan udara dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadikannya sebuah penerbang yang berpengalaman.

Beberapa angkatan bersenjata di dunia, khususnya yang cukup berpengalaman, memiliki prosedur yang baik dalam manajemen penyelamatan. Disebut-sebut Luftwaffe (Angkatan Udara Jerman) dan Royal Air Force Inggris dalam Perang Dunia II, memiliki manajemen penyalamatan penerbang yang cukup baik.

Pada umumnya, setiap penerbang dilengkapi dengan parasut yang bekerja cukup baik. Namun ketika pesawat tempur dirancang semakin gesit, penerbang sukar untuk menyelematkan dirinya ketika pesawat tersebut rusak, terutama ketika terkena tembakan lawan. Penerbang baru bisa keluar setelah berusaha dengan susah payah membuka pintu kokpit pesawat selama beberapa puluh detik. Meski berhasil, adakalanya penerbang mengalami nahas terkena hantaman ekor pesawat ketika berusaha keluar dari kursinya melawan arus angin. Langkah yang dilakukan umumnya, pilot menukikkan pesawat, membuka kokpit dan melepas sabuknya, lalu melepaskan tongkat kemudi.

Adakalanya penerbang langsung meloncat dari pesawat yang mengalami kerusakan atau terkena tembakan. Tercatat pada bulan Januari 1942, Letnan Chisov dari Angkatan Udara Uni Soviet meloncat dari pesawat Ilyushin II-A yang rusak berat dengan ketinggian 6700 meter. Dia mengalami patah pada bagian pinggul dan cedera pada tulang punggung. Sementara Sersan Alkemande dari Royal Air Force mengalami keberuntungan ketika meloncat dari pesawat Pembom Lanchaster yang terbakar pada ketinggian 5500 meter pada bulan Maret 1944. Karena tertahan pohon pinus dan jatuh pada lapisan es setebal 40 sentimeter, Alkemande hanya mengalami benjol dan tergores.

Kursi lontar pertama diterapkan pada pesawat Heinkel He-119. Kursi lontar ini ditekan oleh udara. Pesawat ini memang populer pada penerbangan uji coba, namun karena jumlahnya sedikit, prestasi kursi lontarnya tidak diketahui.

James Martin dari Inggris merancang sistem pengaman yang lain. Dalam konsepnya, pilot dilontarkan keluar kokpit oleh lengan panjang yang digerakkan oleh pegas yang dipasangkan pada harnas parasutnya. Mekanisme ini cocok untuk dipasang pada pesawt Spitfire dan Hurricanes, tapi tidak cocok untuk pesawat modern. Pesawat Jet mengharuskan daya lontar besar sehingga Martin memilih mekanisme dengan menggunakan dinamit.

Peluncuran kursi lontar pertama, tercatat pada tanggal 24 Juli 1946, oleh Bernard Linch, salah seorang karyawan Martin-Baker. Linch dilontarkan secara sukarela dengan kursi lontarnya pada ketinggian 2600 meter dengan kecepatan 253 km/jam dari pesawat tempur Gloster Meteor. Sejak itu, kursi lontar Martin-Baker menjadi populer di seluruh dunia. (24)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar